DALAM bahasa Cina kata untuk gosip
adalah shén-tán; bahasa Finlandia, juoru; bahasa Italia, pettegolézzo; bahasa Spanyol, chisme. Ya, gosip bersifat universal.
Dalam beberapa bahasa, kata gosip dapat mempunyai konotasi yang sama sekali
negatif. Dalam bahasa Inggris kata ”gossip” pada dasarnya berarti ”percakapan
iseng”, pembicaraan tentang hal-hal yang ringan.
Namun cukup menarik bahwa istilah itu
dalam bahasa Inggris telah memperoleh konotasi negatif. ”Gossip” (gosip) sering
kali didahului oleh kata ”malicious” (jahat, buruk) atau ”hurtful” (menyakiti).
Hal ini karena percakapan iseng sering sekali merupakan pembicaraan yang
menyakiti atau menyebabkan kesulitan. Gosip bahkan dapat menjadi fitnah yang
terang-terangan, yang telah didefinisikan sebagai ”diucapkannya tuduhan palsu
atau gambaran yang salah yang mempermalukan dan merusak reputasi orang lain”.
Maka tidaklah mengherankan bahwa sebuah Pepatah kuno mengatakan, ”Angin utara
pasti mendatangkan hujan; begitu pula pergunjingan pasti menimbulkan
kemarahan.”
Kalau begitu, mengingat kerusakan yang
bisa ditimbulkannya, mengapa gosip sering kali tidak dapat kita tolak, dan
begitu menarik? Di mana batas antara gosip yang membahayakan dan yang tidak?
Gosip—Pertukaran
Informasi
Bila bersahaja dan baik, obrolan iseng
dapat menjadi pertukaran informasi yang berguna, sebagai cara untuk saling
menceritakan keadaan masing-masing. Bisa jadi itu mengenai siapa yang menikah,
siapa yang sedang hamil, dan siapa yang meninggal, atau mungkin hanya merupakan
obrolan lucu yang sama sekali tidak mengandung maksud buruk.
Namun sering sekali, obrolan iseng
dapat melanggar kesopanan dan tidak enak didengar. Fakta-fakta dibumbui,
dibesar-besarkan atau dibengkokkan. Penghinaan dijadikan bahan lelucon. Hal-hal
yang bersifat pribadi dibongkar. Rahasia disingkapkan di depan umum. Reputasi
direndahkan atau dirusak. Hal-hal yang patut dipuji dikaburkan dengan keluhan,
omelan, dan kesalahan yang dicari-cari. Kenyataan bahwa tidak ada maksud jahat
tidak banyak menghibur orang yang sedang dibicarakan. Maka gosip yang merugikan
dibandingkan dengan lumpur yang dilemparkan ke dinding yang bersih. Mungkin itu
tidak melekat, namun tetap meninggalkan bekas yang kotor.
Agar Dapat
Diterima
Alasan lain kita mudah terlibat dalam
gosip adalah keinginan kita yang wajar untuk disukai atau diterima oleh orang
lain. ”Untuk satu atau lain alasan,” kata psikolog John Sabini dan Maury
Silver, ”Anda mempunyai kewajiban untuk berbicara; dan menggosip adalah cara
yang menyenangkan, mudah, dan diterima masyarakat untuk memenuhi kewajiban
tersebut.” (Moralities of Everyday
Life) Maka sampai pada batas tertentu
gosip adalah bahan pembicaraan yang berguna, sarana untuk dapat diterima.
Problemnya adalah orang-orang cenderung
lebih menyukai informasi yang negatif daripada yang positif. Ada orang-orang yang bahkan senang dikejutkan
dengan hal-hal yang sensasional dan menggemparkan. Jadi gosip adalah cara yang
menarik perhatian—semakin menarik atau memalukan detailnya, semakin seru.
Jarang orang yang merasa perlu memberikan bukti bagi dugaan-dugaan yang
mengejutkan.
Gosip Media
Jenis gosip ini menarik bagi kelemahan
manusiawi yang lain—rasa ingin tahu yang sangat besar. Kita menyukai rahasia.
Kita senang menjadi pihak yang tahu. Sudah sejak tahun 1730, pada waktu
Benjamin Franklin mulai menulis kolom gosip untuk surat kabar Pennsylvania Gazette,
didapati bahwa orang bersedia membayar untuk gosip.
Gosip media terus hidup—dan berkembang
dengan subur. Di Eropa kios-kios majalah dan surat kabar benar-benar penuh dengan tabloid
yang memuat cerita-cerita tentang keluarga raja, pembalap mobil, dan
orang-orang terkemuka lainnya di dunia. Maka sebuah artikel surat kabar menyebut gosip sebagai bisnis
besar.
Akan tetapi, apakah bermanfaat untuk
dihantui rasa ingin tahu tentang apa yang terjadi di dalam rumah, kamar tidur,
dan pikiran orang-orang? Apakah sehat untuk membaca dan menonton hal-hal yang
cenderung membangkitkan nafsu ingin tahu? Yang jelas, gosip media membawa
perasaan ingin tahu sampai melampaui batas.
”Saya Mendengarnya
melalui Pokok Anggur”
Kabar angin dan informasi yang keliru
juga memperbesar gosip yang membahayakan. Pada waktu Perang Saudara Amerika,
kawat-kawat telegraf bagaikan batang-batang pokok anggur yang merambat
terentang antara pos-pos militer. Jadi, ”pokok anggur” (bahasa Inggris grapevine) menjadi lambang dari kabar
angin, dan ungkapan ”I heard it through the grapevine” (saya mendengarnya
melalui pokok anggur) menjadi dalih yang populer untuk menceritakan kabar
angin.
Sangat disayangkan, ”pokok anggur” itu
sering menghasilkan buah yang pahit. Kabar angin menyebabkan kepanikan,
kematian, dan malapetaka. Kerugiannya dalam segi bisnis saja tidak terhitung.
Selama satu tahun serangkaian restoran fast-food
[makanan jadi] berjuang melawan desas-desus bahwa hamburger yang disajikan
mengandung cacing. Sebuah perusahaan terkenal yang menghasilkan produk sabun
harus berjuang selama bertahun-tahun—dan mengeluarkan biaya jutaan dolar—untuk
menghapus desas-desus bahwa logo perusahaannya merupakan lambang dari Setan dan
bahwa perusahaan itu sendiri terlibat dalam penyembahan hantu.
Namun orang peroranganlah yang merasa
paling sakit hati dan menderita kerugian akibat desas-desus. Akan tetapi,
karena cerita-cerita yang gila biasanya memukau, orang-orang cenderung
meneruskannya tanpa memikirkan kebenaran ataupun akibat-akibatnya.
Gosip yang
Jahat—Fitnah
Iri hati dan benci sering menjadi akar
dari bentuk gosip yang paling merusak—gosip yang jahat, atau fitnah. Kata
Yunani untuk ”pemfitnah” adalah di·a´bo·los, Gelar itu cocok, Seperti Setan, orang-orang
membicarakan orang lain dengan maksud buruk. Kadang-kadang motifnya adalah
membalas dendam, yang diakibatkan oleh rasa sakit hati atau iri hati. Tidak
soal yang mana pun, mereka mencari manfaat bagi dirinya dengan menghancurkan
nama baik orang lain.
Sekalipun gosip yang jahat, atau
fitnah, jelas adalah gosip yang paling tercela, melibatkan diri dalam bentuk
gosip apa pun yang menyakitkan dan menyulitkan adalah perbuatan yang amoral
dan tidak bertanggung jawab. Maka, bagaimana seseorang dapat mencegah agar
obrolan biasa tidak berubah menjadi fitnah yang berbahaya?
loading...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar